Thursday, October 31, 2013

MAKALAH PPH pasal 26, 29


MAKALAH
Pph Pasal 26 dan 29
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
 Mata kuliyah
 “PERPAJAKAN”
Dosen Pembimbing:
Sri Dwi Estiningrum, SE.Ak.MM,


Description: logo STAIN.jpg
 







Disusun Oleh:

Ardyan Putra PN ( 3223113015 )
JURUSAN : SYARI’AH
PRODI: PERBANKAN SYARI’AH
SEMESTER: 5.A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
(IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2013

 

Kata Pengantar


Salam Mahasiswa Indonesia, di ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah Perpajakan ini dengan judul” Pph pasal 26 dan 29 “. Mengetahui tentang pajak merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena kita merupakan bagian dari sistem ekonomi dan merupakan bagian dari Negara yang sangat besar ini. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Perpajakkan dengan Dosen Pengampu bernama . Sri Dwi Estiningrum, SE.Ak.MM,
yang telah memberi semangat serta telah meransang pikiran penulis untuk mampu berkompetensi dalam persaingan yang sedang menanti. Oleh sebab itu penulis merasa sangat perlu untuk memberikan penghargaan yang saat ini hanya mampu memberikan penghargaan berupa ucapan “terima kasih”. Harapan ke depan adalah agar perpajakan di Indonesia benar-benar sesuai harapan dan bukan hanya sekedar ucapan atau teori belaka. Untuk makalah ini harapannya agar bisa dipergunakan sebaik-baiknya walaupun masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Dan wajib bagi pembaca untuk berusaha memperbaiki dan memberi saran agar kedepannya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sekian dari penulis, wassalam.












DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                
DAFTAR ISI                                                                                              
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pengertian (PPN)
BAB II PEMBAHASAN Pph Pasal 26
2.1  Pemotong Pph pasal 26
      2.1.1 Badan Pemerintah;
2.1.2 Subjek Pajak dalam negeri
2.1.3 Penyelenggara Kegiatan
2.1.4 BUT
2.1.5 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia
2.2 Tarif dan Objek PPh Pasal 26
2.3 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
2.4 Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 26
2.5 Pengecualian
BAB III PEMBASAN Pph Pasal 29
3.1 Pengertian
3.2 contoh

BAB IV PENUTUP
            4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
1.1 Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemotong PPh Pasal 26
  1. Badan Pemerintah;
  2. Subjek Pajak dalam negeri;
  3. Penyelenggara Kegiatan;
  4. BUT;
  5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.


Pemotong PPh Pasal 26
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 ayat (1)  adalah :
2.1.1   Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
2.1.2  Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah  sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
2.1.3   Penyelenggara kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.
2.1.4  Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
2.1.5    Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
2.2 Tarif dan Objek PPh Pasal 26
  1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
    1. dividen;
    2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    5. hadiah dan penghargaan
    6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
    7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
    8. Keuntungan karena pembebasan utang.
  2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
    1. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
    2. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
  1. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
  2. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
  3. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
2.3 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
  1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
  2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
    1. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
    2. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
    3. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
  3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
  4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2.4 Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 26
Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat.
Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan.


2.5 Pengecualian
  1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
    1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
    2. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
    3. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
  2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.











BAB III
PEMBAHASAN Pph pasal 29
4.1 Pengertian PPh Pasal 29 adalah :
Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
PPh Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Kode jenis setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak badan adalah 411126-200
Kode jenid setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak orang pribadi adalah 411125-200
4.2 Contoh :
PPh Terutang                                              : 100.000.000
Kredit Pajak :
PPh Pasal 22         :  10.000.000
PPh Pasal 25         :  20.000.000 +                30.000.000   -
PPh Pasal 29                                                 70.000.000









BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan :

Kesimpulan dan saran
Jadi dapat disimpulkan disini bahwa dalam hal Pajak penghasilan  sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang mana terdapat 5 aspek pemotong Pph pasal 26 dan perhitungan beserta pengecualiannya .Yang kami harapkan bagi pihak  yang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.


SUMBER  :
http://ellorakarina.blogspot.com/2013/01/pengertian-pph-pasal-26.html
http://amsyong.com/2013/09/siapa-subjek-dan-bukan-subjek-pph-pasal-2126/

2 comments:

  1. Good job...friend.
    Terus berkarya dan sukses ya...

    ReplyDelete
  2. How to Play Spades with a Few People | Worrione
    You may play a 카지노사이트 few people, and you'll have a very worrione good chance of winning, especially if you want to learn how to หาเงินออนไลน์ play Spades. In general, if you are a

    ReplyDelete